Wednesday 2 March 2011

Kearah Mana Transisi Mesir Berkiblat? Indonesia atau Iran

Setelah revolusi Mesir beberapa waktu lalu berhasil membuat Husni Mubarak bertekuk lutut untuk meletakkan kekuasaannya, tidak jelas apakah mundurnya Mubarak yang di sampaikan oleh Omer Suleiman tersebut atas kemauan Mubarak sendiri, atau karena tekanan dari pihak militer Mesir saat itu, yang mana aksi tuntutan para demonstran tersebut tidak dapat di tawar lagi.Sebuah pertanyaan yang layak di pertanyakan saat ini adalah, apa kelanjutan dari revolusi ‘Hari Kemarahan’ tersebut? Akanlah Mesir akan berkiblat ke arah Indonesia atau Iran, sebagaimana banyak di khawatirkan oleh negara-negara yang menanam kepentingan strategis di Negeri Fir’aun ini. 


Sebuah catatan menarik yang di tulis oleh Ann Marie Murphy untuk laman CNN, menyatakan bahwa Indonesia memberikan analogi yang lebih tepat bagi Mesir di banding Iran. Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, dapat di katakan telah berhasil melalui proses transisi demokrasi secara efektif, sehingga proses ini telah mendobrak stigma negatif banyak kalangan yang menganggap bahwa Islam dan demokrasi tidak dapat sejalan. Hal itu didukung dengan perolehan persentase dari tiga pemilihan umum di Indonesia yang meskipun dengan penduduknya yang 90 persen Muslim, tetapi dari hasil pemilu tersebut menempatkan perolehan parpol Islam pada persentase tidak lebih dari 30 persen dari total perolehan hasil pemilu. 


Ini membuktikan bahwa Islam tetap menjadi elemen penting pada lingkup privat masyarakat Indonesia.Disamping itu Indonesia dianggap sebagai negara paling sukses dalam agenda counter-terrorism sehingga menjadi salah satu pillar penting penjaga stabilitas regional kawasan Asia Tenggara. Mungkin kita sebagai warga Indonesia akan sangat bangga dengan pernyataan tersebut, terlepas dari berbagai kasus di tanah air yang belum sepenuhnya dapat di tuntaskan oleh pemerintahan kita.             


Saat ini, setelah militer Mesir mengambil alih kekuasaan sementara paska Mubarak, dengan catatan setelah enam bulan militer akan menjanjikan terlaksananya pemilihan umum guna menentukan kemana tongkat estafet pemerintahan Mesir akan di berikan. 


Dari sini mungkin Mesir dapat mengambil beberapa pelajaran berharga dari proses transisi yang terjadi di Indonesia, antara lain; 


Pertama, jaminan terlaksananya pemilihan umum secara jujur, bebas dan kredibel, disini harus difikirkan bagaimana pembentukan suatu komite pemilihan umum yang akan mengatur mekanisme pemilu yang akan datang. Komite yang tentu status akuntabilitas dan integritasnya dapat di percaya dan di terima oleh segenap kontestan parpol yang turut serta dalam pemilu yang akan datang, karena tanpa dua hal tersebut, tidak mustahil kekalahan suatu parpol tertentu yang dapat berupa penolakan hasil pemilu, akan serta merta menghentikan proses transisi di Mesir. 


Kedua; militer harus memberikan kebebasan pada media, membebaskan para tahanan politik dan memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat Mesir yang beberapa waktu lalu turun ke jalan menuntut mundurnya Mubarak, dapat bekerja sama untuk membentuk pondasi masa depan politik Mesir yang lebih baik. 


Pada perkembangannya, dengan diambilnya delegasi dari segala lapisan masyarakat yang ada di Mesir, termasuk delegasi dari Kristen Koptik dan delegasi dari Ikhwanul Muslimin, pada delapan anggota panel rancangan amandemen konstitusi merupakan pertanda positif menuju proses transisi demokrasi di Mesir.Kembalinya militer ke barak paska stabilitas keamanan di Mesir akan di tentukan dengan berbagai faktor, jika mereka memilih proses demokratisasi tentu saja dengan jaminan bahwa kepentingan militer dapat terlindungi termasuk kesempatan mereka untuk mendapatkan kepentingan politiknya. 


Jika pada kasus Indonesia, tekanan militer pada zaman orde baru pada kelompok-kelompok yang menentang pemerintahan waktu itu, menempatkan militer sebagai institusi yang di diskreditkan oleh kebanyakan penggerak reformasi Indonesia, sehingga posisi ini mempercepat proses pengembalikan militer ke barak dan mengembalikan kekuasaan pada sipil, meskipun demikian proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih hampir enam tahun untuk menghapus kursi militer di parlemen Indonesia. 


Mungkin akan lain halnya dengan Mesir, karena masyarakat Mesir lebih memberikan appresiasi positif pada militer, terutama ketika demonstrasi tengah diambil alih oleh militer, terlihat dengan jelas bagaimana para demonstran dan militer saling bahu-membahu untuk saling menghindari terjadinya kekerasan. Bisa jadi untuk jangka yang lama, meskipun pemilu sudah terlaksana, militer akan tetap menjadi institusi penting yang masih di percaya oleh rakyat Mesir pada umumnya.Terlepas dari itu semua, masa depan Mesir ada di tangan rakyatnya, proses transisi tidak akan selalu berjalan dengan mulus, karena berbagai faktor saling terkait satu sama lain, baik itu domestik, sosial maupun faktor global yang mempegaruhi proses transisi dalam negeri. Paling tidak model transisi ala Indonesia mungkin dapat dijadikan pilihan terbaik pada kasus Mesir saat ini. (KHN)

No comments: